Petani Cijeruk Datangi Gedung Sate, Minta Kepastian Hak Kelola Lahan di Lereng Gunung Salak

Bandung.swaradesaku.com. Ratusan petani asal Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, mendatangi Gedung Sate, Kota Bandung, untuk menyampaikan aspirasi terkait kepastian hak kelola lahan pertanian di kawasan lereng Gunung Salak.(22/10/25).

Kedatangan para petani yang tergabung dalam Himpunan Petani Peternak Milenial Indonesia (HPPMI) Kabupaten Bogor ini bertujuan bertemu dengan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, serta Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Jawa Barat, guna meminta kejelasan status lahan garapan yang selama ini menjadi sumber mata pencaharian mereka.

Ketua HPPMI Kabupaten Bogor, Yusuf Bachtiar, menuturkan bahwa para petani menghadapi berbagai bentuk tekanan dan pembatasan akses terhadap lahan garapan mereka.

“Kami hanya ingin bertani dengan tenang. Namun, beberapa waktu terakhir kami mengalami intimidasi, pengusiran, dan pelarangan untuk mengakses lahan yang telah kami kelola turun-temurun. Ironisnya, perusahaan-perusahaan besar justru bebas beraktivitas dan bahkan memperjualbelikan lahan yang kami garap,” ujarnya.

Aksi ini, lanjut Yusuf, merupakan tindak lanjut dari upaya mediasi yang sebelumnya dilakukan di tingkat Kecamatan, namun tidak mencapai kesepakatan lantaran pihak perusahaan terkait, PT Halizano Wisata Persada (HWP), tidak hadir.

Sementara itu, Ketua Dewan Penasehat HPPMI Kabupaten Bogor, Indra Surkana, menegaskan bahwa para petani meminta Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk turun tangan menengahi persoalan ini. Ia berharap Gubernur Jabar dan Kakanwil ATR/BPN dapat melakukan verifikasi lapangan terhadap lahan yang diklaim sebagai bagian dari Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) PT HWP.

Menurut Indra, meski PT HWP memiliki SHGB, lahan tersebut telah lama tidak dikelola dan diduga melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Pemanfaatan Tanah Terlantar. Ia juga menyebut masa berlaku SHGB tersebut kemungkinan telah berakhir sejak 2017.

“Sebagian besar petani di wilayah Cijeruk telah menggarap lahan itu sejak masa pasca-kemerdekaan. Selain untuk keberlanjutan ekonomi warga, kami juga ingin menjaga ekosistem lereng Gunung Salak yang merupakan kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Aktivitas perusahaan justru memperburuk kondisi lingkungan dan meningkatkan risiko bencana,” kata Indra.

Aspirasi para petani diterima oleh Biro Hukum dan Perekonomian Setda Provinsi Jawa Barat, yang menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan verifikasi dan koordinasi dengan instansi terkait, termasuk Pemerintah Kabupaten Bogor, kecamatan, dan pemerintah desa setempat, sebelum memberikan tanggapan resmi.

Langkah ini diharapkan dapat menjadi awal penyelesaian atas konflik agraria yang telah lama membayangi para petani di kawasan lereng Gunung Salak tersebut.

(Dede Royani)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *